Jumat, 27 Mei 2011

Suku Sunda

0 komentar
SEJARAH

Sunda sebagai nama kerajaan kiranya baru muncul pada abad ke- 8 sebagai lanjutan atau penerus kerajaan Tarumanegara. Pusat kerajaannya berada disekitar Bogor, sekarang. Sejarah Sunda mengalami babak baru karena arah pesisir utara di Jayakarta (Batavia) masuk kekuasaan kompeni Belanda sejak (1610­) dan dari arah pedalaman sebelah timur masuk kekuasaan Mataram (sejak 1625).
Menurut RW. Van Bemelan pada tahun 1949, Sunda adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menamai dataran bagian barat laut wilayah India timur, sedangkan dataran bagian tenggara dinamai Sahul. Suku Sunda merupakan kelompok etnis yang berasal dari bagian barat pulau Jawa, Indeonesia. Yaitu berasal dan bertempat tinggal di Jawa Barat. Daerah yang juga sering disebut Tanah Pasundan atau Tatar Sunda.

DESKRIPSI LOKASI

Secara cultural daerah Pasundan di daerah timur dibatasi oleh sungai-sungai Cilosari dan Citanduy, yang merupakan perbatassan bahasa. Wilayah ini sendiri memiliki luas 55.390 km² serta terdiri atas 20 kabupaten. Tanah Pasundan ini dikenal karena iklimnya yang sejuk dan keindahan panoramanya. Berada di daerah dataran tinggi dengan curah hujan tinggi sehingga kesuburan tanahnya tidak diragukan lagi. Pada tahu 1998, suku Sunda berjumlah kurang lebih 33 juta jiwa, kebanyakan dari mereka hidup di Jawa Barat. Nama mereka sering dianggap sebagai orang Sundan di Afrika dan salah dieja dalam ensiklopedia. Beberapa koreksi ejaan dalam komputer juga mengubahnya menjadi Sudanese.

UNSUR-UNSUR BUDAYA

1. BAHASA

Bahasa Sunda juga mengenal tingkatan dalam bahasa, yaitu unda-usuk bahasa untuk membedakan golongan usia dan status sosial antara lain yaitu :
1. Bahasa Sunda lemes (halus) yaitu dipergunakan untuk berbicara dengan orang tua, orang yang dituakan atau disegani.
2. Bahasa Sunda sedang yaitu digunakan antara orang yang setaraf, baik usia maupun status sosialnya.
3. Bahasa Sunda kasar yaitu digunakan oleh atasan kepada bawahan, atau kepada orang yang status sosialnya lebih rendah.
Namun demikian, di Serang, dan Cilegon, bahasa Banyumasan (bahasa Jawa tingkatan kasar) digunakan oleh etnik pendatang dari Jawa.

2. RELIGI

Sebagain besar masyarakat suku Sunda menganut agama Islam, namun ada pula yang beragama kristen, Hindu, Budha, dll. Mereka itu tergolong pemeluk agama yang taat, karena bagi mereka kewajiban beribadah adalah prioritas utama. Contohnya dalam menjalankan ibadah puasa, sholat lima waktu, serta berhaji bagi yang mampu. Mereka juga masih mempercayai adanya kekuatan gaib. Terdapat juga adanya upacara-upacara yang berhubungan dengan salah satu fase dalam lingkaran hidup, mendirikan rumah, menanam padi, dan lain-lainnya.

3. TEKNOLOGI

Hasil-hasil teknologi terkini sangat mudah didapatkan seperti alat-alat yang digunakan untuk pertanian yang dasa jaman dulu masih menggunakan alat-alat tradisional, kini sekarang telah berubah menggunakan alat-alat modern, seperti traktor dan mesin penggiling padi. Disamping itu juga sudah terdapat alat-alat telekomunikasi dan barang elektronik modern.


4. MATA PENCAHARIAN

Mata pencaharian pokok masyarakat Sunda adalah
1. Bidang perkebunan, seperti tumbuhan teh, kelapa sawit, karet, dan kina.
2. Bidang pertanian, seperti padi, palawija, dan sayur-sayuran.
3. Bidang perikanan, seperti tambak udang, dan perikanan ikan payau.
Selain bertani, berkebun dan mengelola perikanan, ada juga yang bermata pencaharian sebagai pedagang, pengrajin, dan peternak.

5. ORGANISASI SOSIAL

Sistem kekerabatan yang digunakan adalah sistem kekerabatan parental atau bilateral, yaitu mengikuti garis keturunan kedua belh phak orang tua. Pada saat menikah, orang Sunda tidak ada keharusan menikah dengan keturunan tertentu asal tidak melanggar ketentuan agama. Setelah menikah, pengantin baru bisa tinggal ditempat kediaman istri atau suami, tetapi pada umumnya mereka memilih tinggal ditempat baru atau neolokal. Dilihat dari sudut ego, orang Sunda mengenal istilh tujuh generasi keatas dan tujuh generasi ke bawah, antara lain yaitu :
Tujuh generasi keatas :
Kolot
Embah
Buyut
Bao
Janggawareng
Udeg-udeg
Gantung siwur

Tujuh generasi kebawah :
Anak
Incu
Buyut
Bao
Janggawareng
Udeg-udeg
Gantung siwur

6. SISTEM PENGETAHUAN

Fasilitas yang cukup memadai dalam bidang pengetahuan maupun informasi memudahkan masyarakat dalam memilih institusi pendidikan yang akan mereka masuki dalam berbagai jenjang. Seperti pada permulaan masa kemerdekaa di Jawa Barat terdapat 358.000 murid sekolah dasar, kemudian pada tahun 1965 bertambah menjadi 2.306.164 murid sekolah dasar. Jadi berarti mengalami kenaikan sebanyak 544%. Pada saat ini pada era ke- 20 disetiap ibukota kabupaten telah tersedia universitas-universitas, fakultas-fakultas, dan cabang-cabang universitas.

7. KESENIAN

Masyarakat Sunda begitu gemar akan kesenian, sehingga banyak terdapat berbagai jenis kesenian, diantaranya seperti :
1. Seni tari : tari topeng, tari merak, tari sisingaan dan tari jaipong.
2. Seni suara dan musik :
Ø Degung (semacam orkestra) : menggunakan gendang, gong, saron, kecapi, dll.
Ø Salah satu lagu daerah Sunda antara lain yaitu Bubuy bulan, Es lilin, Manuk dadali, Tokecang dan Warung pojok.
3. Wayang golek
4. Senjata tradisional yaitu kujang

Budaya Sunda

0 komentar
Kebudayaan Sunda termasuk salah satu kebudayaan suku bangsa di Indonesia yang berusia tua. Bahkan, dibandingkan dengan kebudayaan Jawa sekalipun, kebudayaan Sunda sebenarnya termasuk kebudayaan yang berusia relatif lebih tua, setidaknya dalam hal pengenalan terhadap budaya tulis. "Kegemilangan" kebudayaan Sunda di masa lalu, khususnya semasa Kerajaan Tarumanegara dan Kerajaan Sunda, dalam perkembangannya kemudian seringkali dijadikan acuan dalam memetakan apa yang dinamakan kebudayaan Sunda.

Kebudayaan Sunda yang ideal pun kemudian sering dikaitkan sebagai kebudayaan raja-raja Sunda atau tokoh yang diidentikkan dengan raja Sunda. Dalam kaitan ini, jadilah sosok Prabu Siliwangi dijadikan sebagai tokoh panutan dan kebanggaan urang Sunda karena dimitoskan sebagai raja Sunda yang berhasil, sekaligus mampu memberikan kesejahteraan kepada rakyatnya.

Dalam perkembangannya yang paling kontemporer, kebudayaan Sunda kini banyak mendapat gugatan kembali. Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda pun sering kali mencuat ke permukaan. Apakah kebudayaan Sunda masih ada? Kalau masih ada, siapakah pemiliknya? Pertanyaan seputar eksistensi kebudayaan Sunda yang tampaknya provokatif tersebut, bila dikaji dengan tenang sebenarnya merupakan pertanyaan yang wajar-wajar saja. Mengapa demikian? Jawabannya sederhana, karena kebudayaan Sunda dalam kenyataannya saat ini memang seperti kehilangan ruhnya atau setidaknya tidak jelas arah dan tujuannya. Mau dibawa ke mana kebudayaan Sunda tersebut?

Setidaknya ada empat daya hidup yang perlu dicermati dalam kebudayaan Sunda, yaitu, kemampuan beradaptasi, kemampuan mobilitas, kemampuan tumbuh dan berkembang, serta kemampuan regenerasi. Kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda, terutama dalam merespons berbagai tantangan yang muncul, baik dari dalam maupun dari luar, dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan. Bahkan, kebudayaan Sunda seperti tidak memiliki daya hidup manakala berhadapan dengan tantangan dari luar.

Akibatnya, tidaklah mengherankan bila semakin lama semakin banyak unsur kebudayaan Sunda yang tergilas oleh kebudayaan asing. Sebagai contoh paling jelas, bahasa Sunda yang merupakan bahasa komunitas urang Sunda tampak secara eksplisit semakin jarang digunakan oleh pemiliknya sendiri, khususnya para generasi muda Sunda. Lebih memprihatinkan lagi, menggunakan bahasa Sunda dalam komunikasi sehari-hari terkadang diidentikkan dengan "keterbelakangan", untuk tidak mengatakan primitif. Akibatnya, timbul rasa gengsi pada urang Sunda untuk menggunakan bahasa Sunda dalam pergaulannya sehari-hari. Bahkan, rasa "gengsi" ini terkadang ditemukan pula pada mereka yang sebenarnya merupakan pakar di bidang bahasa Sunda, termasuk untuk sekadar mengakui bahwa dirinya adalah pakar atau berlatar belakang keahlian di bidang bahasa Sunda.

Apabila kemampuan beradaptasi kebudayaan Sunda memperlihatkan tampilan yang kurang begitu menggembirakan, hal itu sejalan pula dengan kemampuan mobilitasnya. Kemampuan kebudayaan Sunda untuk melakukan mobilitas, baik vertikal maupun horizontal, dapat dikatakan sangat lemah. Oleh karenanya, jangankan di luar komunitas Sunda, di dalam komunitas Sunda sendiri, kebudayaan Sunda seringkali menjadi asing. Meskipun ada unsur kebudayaan Sunda yang memperlihatkan kemampuan untuk bermobilitas, baik secara horizontal maupun vertikal, secara umum kemampuan kebudayaan Sunda untuk bermobilitas dapat dikatakan masih rendah sehingga kebudayaan Sunda tidak saja tampak jalan di tempat tetapi juga berjalan mundur.

Berkaitan erat dengan dua kemampuan terdahulu, kemampuan tumbuh dan berkembang kebudayaan Sunda juga dapat dikatakan memperlihatkan tampilan yang tidak kalah memprihatinkan. Jangankan berbicara paradigma-paradigma baru, iktikad untuk melestarikan apa yang telah dimiliki saja dapat dikatakan sangat lemah. Dalam hal folklor misalnya, menjadi sebuah pertanyaan besar, komunitas Sunda yang sebenarnya kaya dengan folklor, seberapa jauh telah berupaya untuk tetap melestarikan folklor tersebut agar tetap "membumi" dengan masyarakat Sunda.

Kalaulah upaya untuk "membumikan" harta pusaka saja tidak ada bisa dipastikan paradigma baru untuk membuat folklor tersebut agar sanggup berkompetisi dengan kebudayaan luar pun bisa jadi hampir tidak ada atau bahkan mungkin, belum pernah terpikirkan sama sekali. Biarlah folklor tersebut menjadi kenangan masa lalu urang Sunda dan biarkanlah folklor tersebut ikut terkubur selamanya bersama para pendukungnya, begitulah barangkali ucap urang Sunda yang tidak berdaya dalam merawat dan memberdayakan warisan leluhurnya.

Berkenaan dengan kemampuan regenerasi, kebudayaan Sunda pun tampaknya kurang membuka ruang bagi terjadinya proses tersebut, untuk tidak mengatakan anti regenerasi. Budaya "kumaha akang", "teu langkung akang", "mangga tipayun", yang demikian kental melingkupi kehidupan sehari-hari urang Sunda dapat dikatakan menjadi salah satu penyebab rentannya budaya Sunda dalam proses regenerasi. Akibatnya, jadilah budaya Sunda gagap dengan regenerasi.

Generasi-generasi baru urang Sunda seperti tidak diberi ruang terbuka untuk berkompetisi dengan sehat, hanya karena kentalnya senioritas serta "terlalu majunya" pemikiran para generasi baru, yang seringkali bertentangan dengan pakem-pakem yang dimiliki generasi sebelumnya. Akibatnya, tidaklah mengherankan bila proses alih generasi dalam berbagai bidang pun berjalan dengan tersendat-sendat.

Bila pengamatan terhadap daya hidup kebudayaan Sunda melahirkan temuan-temuan yang cukup memprihatinkan, hal yang sama juga terjadi manakala tiga mustika mutu hidup kreasi Rendra digunakan untuk menjelajahi Kebudayaan Sunda, baik itu mustika tanggung jawab terhadap kewajiban, mustika idealisme maupun mustika spontanitas. Lemahnya tanggung jawab terhadap kewajiban tidak saja diakibatkan oleh minimnya ruang-ruang serta kebebasan untuk melaksanakan kewaijiban secara total dan bertanggung jawab tetapi juga oleh lemahnya kapasitas dalam melaksanakan suatu kewajiban.

Hedonisme yang kini melanda Kebudayaan Sunda telah mampu menggeser parameter dalam melaksanakan suatu kewajiban. Untuk melaksanakan suatu kewajiban tidak lagi didasarkan atas tanggung jawab yang dimilikinya, tetapi lebih didasarkan atas seberapa besar materi yang akan diperolehnya apabila suatu kewajiban dilaksanakan. Bila ukuran kewajiban saja sudah bergeser pada hal-hal yang bersifat materi, janganlah berharap bahwa di dalamnya masih ada apa yang disebut mustika idealisme. Para hedonis dengan kekuatan materi yang dimilikinya, sengaja atau tidak sengaja, semakin memupuskan idealisme dalam kebudayaan Sunda. Akibatnya, jadilah betapa sulitnya komunitas Sunda menemukan sosok-sosok yang bekerja dengan penuh idealisme dalam memajukan kebudayaan Sunda.

Berpijak pada kondisi lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda, timbul pertanyaan besar, apa yang salah dengan kebudayaan Sunda? Untuk menjawab ini banyak argumen bisa dikedepankan. Tapi dua di antaranya yang tampaknya bisa diangkat ke permukaan sebagai faktor berpengaruh paling besar adalah karena ketidakjelasan strategi dalam mengembangkan kebudayaan Sunda serta lemahnya tradisi, baca, tulis , dan lisan (baca, berbeda pendapat) di kalangan komunitas Sunda.

Ketidakjelasan strategi kebudayaan yang benar dan tahan uji dalam mengembangkan kebudayaan Sunda tampak dari tidak adanya "pegangan bersama" yang lahir dari suatu proses yang mengedepankan prinsip-prinsip keadilan tentang upaya melestarikan dan mengembangkan secara lebih berkualitas kebudayaan Sunda. Kebudayaan Sunda tampaknya dibiarkan berkembang secara liar, tanpa ada upaya sungguh-sungguh untuk memandunya agar selalu berada di "jalan yang lurus", khususnya manakala harus berhadapan dengan kebudayaan-kebudayaan asing yang galibnya terorganisasi dengan rapi serta memiliki kemasan menarik. Berbagai unsur kebudayaan Sunda yang sebenarnya sangat potensial untuk dikembangkan, bahkan untuk dijadikan model kebudayaan nasional dan kebudayaan dunia tampak tidak mendapat sentuhan yang memadai. Ambillah contoh, berbagai makanan tradisional yang dimiliki urang Sunda, mulai dari bajigur, bandrek, surabi, colenak, wajit, borondong, kolontong, ranginang, opak, hingga ubi cilembu, apakah ada strategi besar dari pemerintah untuk mengemasnya dengan lebih bertanggung jawab agar bisa diterima komunitas yang lebih luas. Kalau Kolonel Sanders mampu mengemas ayam menjadi demikian mendunia, mengapa urang Sunda tidak mampu melahirkan Mang Ujang, Kang Duyeh, ataupun Bi Eha dengan kemasan-kemasan makanan tradisional Sunda yang juga mendunia?

Lemahnya budaya baca, tulis, dan lisan ditengarai juga menjadi penyebab lemahnya daya hidup dan mutu hidup kebudayaan Sunda. Lemahnya budaya baca telah menyebabkan lemahnya budaya tulis. Lemahnya budaya tulis pada komunitas Sunda secara tidak langsung merupakan representasi pula dari lemahnya budaya tulis dari bangsa Indonesia. Fakta paling menonjol dari semua ini adalah minimnya karya-karya tulis tentang kebudayaan Sunda ataupun karya tulis yang ditulis oleh urang Sunda. Dalam kaitan ini, upaya Yayasan Rancage untuk memberikan penghargaan dalam tradisi tulis perlu mendapat dukungan dari berbagai elemen urang Sunda. Sayangnya, hingga saat ini pertumbuhan tradisi tulis pada urang Sunda masih tetap terbilang rendah.

Sumber:
- http://de-kill.blogspot.com
- http://tamanmini.com

Kamis, 19 Mei 2011

Kepribadian Bangsa Timur

0 komentar
KEPRIBADIAN BANGSA TIMUR


Francis. L.K Hsu. Sarjana Amerika keturunan Cina, yang mengkombinasikan dalam dirinya keahlian didalam ilmu antropologi, psikologi, filsafat, dan kesusastraan cina klasik (homeostatis psikologi).

Hsu. Telah mengembangkan suatu konsepsi, bahwa dalam jiwa manusia sebagai makhluk sosial budaya itu mengandung delapan daerah lingkaran konsentris sekitar diri pribadi.

Nomor 7 dan 6 disebut daerah tak sadar dan sub sadar, yang berada di daerah pedalaman dari alam jiwa individu dan terdiri dari bahan pikiran dan gagasan yang terdesak kedalam, sehingga tidak disadari oleh individu dan terlupakan.

Nomor 5 disebut kesadaran yang tidak dinyatakan, pikiran-pikiran dan gagasan oleh individu tetapi disimpan didalam jiwanya sendiri dan tidak dinyatakan oleh siapapun (karena malu, takut salah, sungkan, tidak menemukan kata yang tepat, dan sebagainya).

Nomor 4 dinyatakan sebagai kesadaran yang terbuka, (pikiran-pikiran serta gagasan maupun perasaan).

Nomor 3 disebut lingkaran hubungan karib, mengandung konsepsi tentang orang-orang, binatang, atau benda-benda yang diajak bergaul secara karib dan akrab.

Nomor 2 disebut hubungan berguna, fungsi kegunaan (pedagang dan pembeli).

Nomor 1 disebut lingkaran hubungan jauh, terdiri dari pikiran-pikiran dan sikap dalam jiwa manusia, tetapi jarang mempunyai arti dalam kehidupan sehari-hari.

Nomor 0 disebut lingkungan dunia luar, terdiri dari pikiran-pikiran dan anggapan tentang orang-orang diluar masyarakat dan Negara Indonesia.


Menurut L.K. Hsu. yang menggambarkan kepribadian manusia adalah daerah lingkaran nomor 3. Hubungan yang berdasarkan cinta dan kemesraan dan juga rasa untuk bisa berbakti penuh dan mutlak merupakan suatu kebutuhan fundamental dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya tokoh-tokoh, benda-benda kesayangan, tanpa Tuhan, tanpa ide dalam jiwanya, hidup kerohanian manusia tidak akan bisa seimbang dan selaras.

Konsep lain adalah konsep Jen. Dalam kebudayaan cina, yaitu; Manusia yang berjiwa selaras, manusia yang berkepribadian, adalah manusia yang dapat menjaga keseimbangan hubungan antara diri kepribadiannya dengan lingkungan sekitarnya yang paling dekat.

Kebudayaan timur lebih mementingkan kehidupan rohani, mistik, gotong-royong, keramah-tamahan, dan lainnya.

Kebudayaan barat mementingkan kebendaan, kelogisan, asa guna, dan individualisme.

Rabu, 18 Mei 2011

Mengapa Manusia Menciptakan Keindahan

0 komentar
Mengapa Manusia Menciptakan Keindahan




Keindahan itu pada dasarnya adalah alamiah (wajar). Alam ciptaan Tuhan. Ini berarti keindahan itu ciptaan Tuhan.

Pengungkapan keindahan dalam karya seni didasari oleh motivasi.

1. Tata nilai yang telah usang : Tata nilai

Yang terjelma dalam adat istiadat yang sudah tidak sesuai lagi dengan keadaan (mis. Kawin paksa, pingitan) Novel yang menggambarkan keadaan ini ialah “Layar Berkembang” oleh Sutan Takdir Alisyabana, atau “Siti Nurbaya” oleh Marah Rusli.

1. Kemerosotan Zaman kemerosotan moral dapat diketahui dari tingkah laku dan perbuatan manusia yang bejad (korupsi, kejahatan seksual, dll) tanpa menghiraukan ketentuan dan hukum agama dan moral masyarakat.
2. Penderitaan Manusia banyak factor yang membuat manusia menderita, manusialah yang membuat orang menderita karena nafsu ingin berkuasa, tidak hati-hati, keadaan demikian tidak menyenangkan.
3. Keagungan Tuhan dapat dibuktikan dengan melalui keindahan alam dan ketentuan alam semesta serta kejadian-kejadian alam, keindahan alam merupakan keindahan mutlak ciptaan Tuhan, manusia hanya dapat meniru.

Keindahan adalah sesuatu yang mendatangkan rasa sedang bagi yang melihatnya (Leo Tolstoy, pujangga Rusia), keindahan adalah sesuatu yang mendatangkan rasa senang (Humo, pujangga Inggris), dan keindahan adalah sesuatu yang paling banyak mendatangkan rasa senang (Hemsterhuis, pujangga Belanda)

Keindahan adalah susunan yang teratur dari bagian yang erat antara satu dengan lainnya (Baumgarten, pujangga Jerman), keindahan adalah sesuatu yang memiliki proporsi yang harmonis (Shaftesbury, pujangga Jerman), Keindahan adalah keserasian obyek dengan tujuannya (Emmanuel Kant).

Keindahan atau keserasian diwujudkan dalam bentuk ukuran, perpaduan, pertentangan atau keseimbangan. Ukuran segi panjang yang indah adalah 3 berbanding 5, perpaduan kulit yang gelap dengan baju yang berwarna lembut adalah serasi, pertentangan tinggi rendah atau keras lembutnya suara musik adalah indah dan keseimbangan yang tercipta dari seorang yang bertubuh tinggi mengenakan baju bergaris horisontal atau orang yang pendek mengenakan baju bergaris vertikal adalah serasi.

Keindahan berasal dari kata indah yang artinya bagus, cantik, atau elok. Indah sama dengan “beauty” (bahasa Inggris), “Beau” (bahasa Perancis) atau “Bello” (bahasa Italia). Keindahan dapat diartikan secara artistik, terbatas, dan luas.

Keindahan dalam arti artistik bersifat subyektif, artinya keindahan tersebut merupakan hasil hubungan antara pikiran dengan benda yang diamati. Keindahan artistik ditentukan oleh unsur dinamis berupa kesan yang berubah akibat dunia yang selalu berubah-ubah.Unsur dinamis menyebabkan keindahan artistik juga dinamis, artinya kendahan dinilai sesuai dengan tempat dan jamannya. Dengan demikian, keindahan dalam arti artistik merupakan hasil hubungan antara pikiran dengan benda yang diamati yang selalu berubah kesannya sesuai tempat dan jamannya.

Keindahan dalam arti artistik disebut juga dengan keindahan seni yang merupakan pengutaraan isi jiwa atau perasaan sang penciptanya. Isi jiwa manusia dapat berbentuk rasa indah, rasa lucu (kosmis), rasa sedih (tragis) rasa gaib (magic) dan sebagainya. Hasil karya seni mencerminkan isi jiwa sang penciptanya dan mengungkapkan keindahan dalam arti artistik (seni).

Menurut Profesor Bruyne, seni adalah perpaduan perasaan dan pengetahuan yang disebut intuisi atau perasaan yang matang yang lahir dengan sendirinya dan diwujudkan dalam bentuk karya seni nyata. Puisi “Aku” karangan Chairil Anwar yang merupakan karya seni puisi baru dan sebagai bentuk protes terhadap karya seni yang berlaku pada masa itu. Lukisan “Monalisa” karya Leonardo da Vinci membawa pesan bahwa wanita cantik akan selalu menarik dan menggambarkan keagungan Tuhan yang menganugerahkan kecantikan pada seorang wanita.

Keindahan dalam arti seni berbeda dengan keindahan dalam arti terbatas yang bersifat obyektif dan dipengaruhi unsur statis. Unsur statis merupakan ciri estetis yang melekat pada bentuk dan warna suatu benda sehingga relatif tetap dari masa ke masa dan di semua tempat.

Ciri estetis pada keindahan dalam arti terbatas diperoleh dari kebiasaan manusia dalam berpikir, merasa dan akhirnya mengambil sikap. Bentuk sikap yang muncul, misalnya senang-benci, puas-kecewa, dan sebagainya. Sikap-sikap tersebut dipengaruhi oleh kepekaan seseorang dalam melihat bentuk dan warna yang menimbulkan rasa senang. Inilah yang dimaksud keindadahan dalam arti terbatas.

Dalam arti luas, keindahan adalah segala yang baik seperti keindahan alam atau keindahan moral. Sikap yang halus, lembut, sopan atau beradab merupakan keindahan moral. Keindahan juga diartikan sebagai segala yang wajar, artinya lukisan wanita yang lebih cantik dari wajah aslinya tidaklah indah, karena lukisan tersebut kurang wajar.
Keindahan moral, seperti sikap yang halus, lembut, sopan, atau beradab dapat ditunjukkan oleh anggota badan, cara berbahasa serta perpaduan pikiran perasaan dan kemauan.

Sikap yang halus dapat ditunjukkan oleh anggota badan seperti kaki, tangan, kepala, bahu, bibir, mulut, mata, atau muka. Kaki melipat atau mengangkang menunjukan sifat tidak halus. Demikian pula dengan cara meraba atau menjabat tangan, kepala yang menunduk atau mengangguk, bahu yang terbuka atau mengangkat, bibir yang dimencongkan atau dimonyongkan, mulut yang mengatup atau menganga, mata yang melirik atau terbelalak, muka yang berseri ditengah musibah atau berkerut di saat orang sedang senang dan sebagainya menunjukan sifat-sifat yang tidak halus, tidak sopan atau tidak beradab.

Untuk menampilkan sikap yang halus seseorang dapat menunjukkannya dengan cara berbahasa, yakni dengan pilihan kata yang sopan dan tidak kotor, susunan kalimat yang tidak kacau, rangkaian kalimat yang teratur, nada suara yang sesuai keadaan untuk tinggi maupun rendahnya, serta irama suara yang sesuai, keras atau lembutnya.

Sikap halus juga dapat ditunjukkan oleh perpaduan pikiran perasaan dan kemauan atau perpaduan cipta, rasa dan karsa. Perpaduan tersebut dinamakan Trias dinamika yang mempengaruhi sikap seseorang. Pikiran yang kusut menyebabkan seseorang terlihat murung, perasaan yang riang menyebabkan seseorang terlihat lincah dan adanya kemauan menyebabkan seseorang melakukan sesuatu.

(http://filsafatmulyo.wordpress.com/2010/05/10/makna-dan-hakekat-keindahan/)

cinta

0 komentar
« Kepribadian Bangsa Timur
Mengapa Manusia Menciptakan Keindahan »
Manusia dan Cinta Kasih


Menurut kamus Bahasa Indonesia W. J. S.Poerwadarmita,

Cinta : Rasa sangat suka atau rasa sayang (kepada), sedangkan kekasih, adalah perasaan sayang atau menaruh belas kasihan.

Erick Fromm Cinta selalu menyatakan unsur-unsur :

Pengasuh, mis. Cinta seorang ibu pada anaknya, tanggung jawab, perhatian dan pengenalan.

Didalam kitab suci Al-Qur’an, ditemui adanya fenomena cinta yang tersembunyi dalam jiwa manusia, yang memiliki tiga tingkatan :

1. Cinta tingkat tinggi, adalah cinta kepada Allah.
2. Cinta tingkat menengah, cinta kepada orang tua, anak, saudara, suami/istri.
3. Cinta tingkat rendah, cinta yang lebih mengutamakan keluarga, harta dan tempat tinggal.

Hikmah cinta adalah sangat besar, hanyalah orang yang telah diberi kefahaman dan kecerdasan yang mampu merenungkannya. Hikmah tersebut adalah :

- Sesungguhnya cinta merupakan ujian yang berat dan pahit dalam kehidupan manusia, karena setiap cinta akan selalu menghadapi rintangan.

- Cinta merupakan pendorong bagi kehidupan

- Cinta merupakan factor utama dalam kelanjutan kehidupan manusia

- Cinta merupakan pengikat yang kuat dalam hubungan antar keluarga

MANUSIA DAN KEINDAHAN

Keindahan identik dengan kebenaran, keduanya mempunyai nilai yang sama yaitu abadi dan mempunyai daya tarik.

Keindahan bersifat universal, tidak terikat oleh selera perseorangan waktu dan tempat, keindahan itu suatu konsep abstrak, keindahan itu baru jelas atau dapat dinikmati kalau bentuk atau karya.

The Liang Gie dalam buku “ Garis besar estetika “ keindahan itu terjemahan dari kata Beautiful. Dalam Bahasa Prancis, “Beau” sering juga disebut The beautiful (benda atau hal yang indah)

Pengertian Keindahan menurut luasnya :

1. Keindahan menurut arti yang luas adalah Menurut Plato, merupakan watak yang indah, hukum yang indah, sedangkan Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang baik juga menyenangkan.
2. Keindahan menurut estetis murni adalah menyangkut pengalaman estetis dari seseorang dalam hubungannya dengan segala sesuatu yang diserapnya. (berdasarkan penglihatan, harmoni dalam pendengaran)
3. Keindahan dalam arti sempit adalah menyangkut benda-benda yang diserapnya dengan penglihatan yaitu berupa bentuk dan warna.

Cinta adalah bagian dari fitrah, orang yang kehilangan cinta dia tidak normal tetapi banyak juga orang yang menderita karena cinta. Bersyukurlah orang-orang yang diberi cinta dan bisa menyikapi rasa cinta dengan tepat.

Hikam: “Dijadikan indah pada pandangan manusia, kecintaan kepada apa-apa yang diinginkan yaitu wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup didunia dan disisi Allah tempat kembali yang baik.” (Al-Qur`an: Al-Imron ayat 14)

Cintamu kepada sesuatu menjadikan kamu buta dan tuli (HR. Abu Dawud dan Ahmad)

Cinta memang sudah ada didalam diri kita, diantaranya terhadap lawan jenis. Tapi kalau tidak hati-hati cinta bisa menulikan dan membutakan kita.

Cinta yang paling tinggi adalah cinta karena Allah cirinya adalah orang yang tidak memaksakan kehendaknya. Tapi ada juga cinta yang menjadi cobaan buat kita yaitu cinta yang lebih cenderung kepada maksiat. Cinta yang semakin bergelora hawa nafsu, makin berkurang rasa malu. Dan, inilah yang paling berbahaya dari cinta yang tidak terkendali.

Islam tidak melarang atau mengekang manusia dari rasa cinta tapi mengarahkan cinta tetap pada rel yang menjaga martabat kehormatan, baik wanita maupun laki-laki. Kalau kita jatuh cinta harus hati-hati karena seperti minum air laut semakin diminum semakin haus. Cinta yang sejati adalah cinta yang setelah akad nikah, selebihnya adalah cobaan dan fitnah saja.

Cara untuk bisa mengendalikan rasa cinta adalah jaga pandangan, jangan berkhalwat berdua-duaan, jangan dekati zina dalam bentuk apapun dan jangan saling bersentuhan.

Bagi orang tua yang membolehkan anaknya berpacaran, harus siap-siap menanggung resiko. Marilah kita mengalihkan rasa cinta kita kepada Allah dengan memperbanyak sholawat, dzikir, istighfar dan sholat sehingga kita tidak diperdaya oleh nafsu, karena nafsu yang akan memperdayakan kita. Sepertinya cinta padahal nafsu belaka.

(http://www.dudung.net/artikel-islami/hakikat-cinta.html)

cerita rakyat

0 komentar
Cerita Rakyat (BATU GANTUNG) Hanging Stone Di Parapat

Jalan Raya Lintas Sumatera (Jalinsum) bagian barat yang menghubungkan Kota Medan dengan Kota Padang. Selain sebagai objek wisata yang eksotis, Parapat juga merupakan sebuah kota yang melegenda di kalangan masyarakat di Sumatera Utara. Dahulu, kota kecil ini merupakan sebuah pekan yang terletak di tepi Danau Toba. Setelah terjadi suatu peristiwa yang sangat mengerikan, tempat itu oleh masyarakat diberi nama Parapat atau Prapat.

Dalam peristiwa itu, muncul sebuah batu yang menyerupai manusia yang berada di tepi Danau Toba. Menurut masyarakat setempat, batu itu merupakan penjelmaan seorang gadis cantik bernama Seruni. Peristiwa apa sebenarnya yang pernah terjadi di pinggiran kota kecil itu? Kenapa gadis cantik itu menjelma menjadi batu? Ingin tahu jawabannya? Ikuti kisahnya dalam cerita Batu Gantung berikut ini!.

Alkisah,di sebuah desa terpencil di pinggiran Danau Toba Sumatera Utara, hiduplah sepasang suami-istri dengan seorang anak perempuannya yang cantik jelita bernama Seruni. Selain rupawan, Seruni juga sangat rajin membantu orang tuanya bekerja di ladang. Setiap hari keluarga kecil itu mengerjakan ladang mereka yang berada di tepi Danau Toba, dan hasilnya digunakan untuk mencukupikebutuhan sehari-hari.

Pada suatu hari, Seruni pergi ke ladang seorang diri, karena kedua orang tuanya ada keperluan di desa tetangga. Seruni hanya ditemani oleh seekor anjing kesayangannya bernama si Toki. Sesampainya di ladang, gadis itu tidak bekerja, tetapi ia hanya duduk merenung sambil memandangi indahnya alam Danau Toba.

Sepertinya ia sedang menghadapi masalah yang sulit dipecahkannya. Sementara anjingnya, si Toki, ikut duduk di sebelahnya sambil menatap wajah Seruni seakan mengetahui apa yang dipikirkan majikannya itu. Sekali-sekali anjing itu menggonggong untuk mengalihkan perhatian sang majikan, namun sang majikan tetap saja usik dengan lamunannya.

Memang beberapa hari terakhir wajah Seruni selalu tampak murung. Ia sangat sedih, karena akan dinikahkan oleh kedua orang tuanya dengan seorang pemuda yang masih saudara sepupunya. Padahal ia telah menjalin asmara dengan seorang pemuda pilihannya dan telah berjanji akan membina rumah tangga yang bahagia. Ia sangat bingung. Di satu sisi ia tidak ingin mengecewakan kedua orang tuanya, dan di sisi lain ia tidak sanggup jika harus berpisah dengan pemuda pujaan hatinya. Oleh karena merasa tidak sanggup memikul beban berat itu, ia pun mulai putus asa.

"Ya, Tuhan! Hamba sudah tidak sanggup hidup dengan beban ini," keluh Seruni. Beberapa saat kemudian, Seruni beranjak dari tempat duduknya. Dengan berderai air mata, ia berjalan perlahan ke arah Danau Toba. Rupanya gadis itu ingin mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam itu.

Sementara si Toki, mengikuti majikannya dari belakang sambil menggonggong. Dengan pikiran yang terus berkecamuk, Seruni berjalan ke arah tebing Danau Toba tanpa memerhatikan jalan yang dilaluinya. Tanpa diduga, tiba-tiba ia terperosokke dalam lubang batu yang besar hingga masuk jauh ke dasar lubang. Batu cadas yang hitam itu membuat suasana di dalam lubang itu semakin gelap. Gadis cantik itu sangat ketakutan. Di dasar lubang yang gelap, ia merasakan dinding-dinding batu cadas itu bergerak merapat hendak menghimpitnya.

"Tolooooggg……! Tolooooggg……! Toloong aku, Toki!" terdengar suara Seruni meminta tolong kepada anjing kesayangannya.

Si Toki mengerti jika majikannya membutuhkan pertolongannya, namun ia tidak dapat berbuat apa-apa, kecuali hanya menggonggong di mulut lubang. Beberapa kali Seruni berteriak meminta tolong, namun si Toki benar-benar tidak mampu menolongnnya. Akhirnya gadis itu semakin putus asa.

"Ah, lebih baik aku mati saja daripada lama hidup menderita," pasrah Seruni.

Dinding-dinding batu cadas itu bergerak semakin merapat. "Parapat! Parapat batu… Parapat!" seru Seruni menyuruh batu itu menghimpit tubuhnya..

Sementara si Toki yang mengetahui majikannya terancam bahaya terus menggonggong di mulut lubang. Merasa tidak mampu menolong sang majikan, ia pun segera berlari pulang ke rumah untuk meminta bantuan. Sesampai di rumah majikannya, si Toki segera menghampiri orang tua Seruni yang kebetulan baru datang dari desa tetangga berjalan menuju rumahnya.

"Auggg…! auggg…! auggg…!" si Toki menggonggong sambil mencakar-cakar tanah untuk memberitahukan kepada kedua orang tua itu bahwa Seruni dalam keadaan bahaya.

"Toki…, mana Seruni? Apa yang terjadi dengannya?" tanya ayah Seruni kepada anjing itu.

"Auggg…! auggg…! auggg…!" si Toki terus menggonggong berlari mondar-mandir mengajak mereka ke suatu tempat.

"Pak, sepertinya Seruni dalam keadaan bahaya," sahut ibu Seruni.

"Ibu benar. Si Toki mengajak kita untuk mengikutinya," kata ayah Seruni.

"Tapi hari sudah gelap, Pak. Bagaimana kita ke sana?" kata ibu Seruni.

"Ibu siapkan obor! Aku akan mencari bantuan ke tetangga," seru sang ayah. Tak lama kemudian, seluruh tetangga telah berkumpul di halaman rumah ayah Seruni sambil membawa obor. Setelah itu mereka mengikuti si Toki ke tempat kejadian. Sesampainya mereka di ladang, si Toki langsung menuju ke arah mulut lubang itu. Kemudian ia menggonggong sambil mengulur-ulurkan mulutnya ke dalam lubang untuk memberitahukan kepada warga bahwa Seruni berada di dasar lubang itu.

Kedua orang tua Seruni segera mendekati mulut lubang. Alangkah terkejutnya ketika mereka melihat ada lubang batu yang cukup besar di pinggir ladang mereka. Di dalam lubang itu terdengar sayup-sayup suara seorang wanita: "Parapat… ! Parapat batu… Parapat!"

"Pak, dengar suara itu! Itukan suara anak kita! seru ibu Seruni panik.

"Benar, bu! Itu suara Seruni!" jawab sang ayah ikut panik.

"Tapi, kenapa dia berteriak: parapat, parapatlah batu?" tanya sang ibu.

"Entahlah, bu! Sepertinya ada yang tidak beres di dalam sana," jawab sang ayah cemas.

Pak Tani itu berusaha menerangi lubang itu dengan obornya, namun dasar lubang itu sangat dalam sehingga tidak dapat ditembus oleh cahaya obor.

"Seruniii…! Seruniii… !" teriak ayah Seruni.

"Seruni…anakku! Ini ibu dan ayahmu datang untuk menolongmu!" sang ibu ikut berteriak.

Beberapa kali mereka berteriak, namun tidak mendapat jawaban dari Seruni. Hanya suara Seruni terdengar sayup-sayup yang menyuruh batu itu merapat untuk menghimpitnya.

"Parapat… ! Parapatlah batu… ! Parapatlah!"

"Seruniiii… anakku!" sekali lagi ibu Seruni berteriak sambil menangis histeris.

Warga yang hadir di tempat itu berusaha untuk membantu. Salah seorang warga mengulurkan seutas tampar (tali) sampai ke dasar lubang, namun tampar itu tidak tersentuh sama sekali. Ayah Seruni semakin khawatir dengan keadaan anaknya. Ia pun memutuskan untuk menyusul putrinya terjun ke dalam lubang batu.

"Bu, pegang obor ini!" perintah sang ayah.

"Ayah mau ke mana?" tanya sang ibu.

"Aku mau menyusul Seruni ke dalam lubang," jawabnya tegas.

"Jangan ayah, sangat berbahaya!" cegah sang ibu.

"Benar pak, lubang itu sangat dalam dan gelap," sahut salah seorang warga.

Akhirnya ayah Seruni mengurungkan niatnya. Sesaat kemudian, tiba-tiba terdengar suara gemuruh. Bumi bergoyang dengan dahsyatnya seakan hendak kiamat. Lubang batu itu tiba-tiba menutup sendiri. Tebing-tebing di pinggir Danau Toba pun berguguran. Ayah dan ibu Seruni beserta seluruh warga berlari ke sana ke mari untuk menyelamatkan diri. Mereka meninggalkan mulut lubang batu, sehingga Seruni yang malang itu tidak dapat diselamatkan dari himpitan batu cadas.

Beberapa saat setelah gempa itu berhenti, tiba-tiba muncul sebuah batu besar yang menyerupai tubuh seorang gadis dan seolah-olah menggantung pada dinding tebing di tepi Danau Toba. Masyarakat setempat mempercayai bahwa batu itu merupakan penjelmaan Seruni yang terhimpit batu cadas di dalam lubang. Oleh mereka batu itu kemudian diberi nama "Batu Gantung".

Beberapa hari kemudian, tersiarlah berita tentang peristiwa yang menimpa gadis itu. Para warga berbondong-bondong ke tempat kejadian untuk melihat "Batu Gantung" itu. Warga yang menyaksikan peristiwa itu menceritakan kepada warga lainnya bahwa sebelum lubang itu tertutup, terdengar suara: "Parapat… parapat batu… parapatlah!"Oleh karena kata "parapat" sering diucapkan orang dan banyak yang menceritakannya, maka Pekan yang berada di tepi Danau Toba itu kemudian diberi nama "Parapat".

Parapat kini menjadi sebuah kota kecil salah satu tujuan wisata yang sangat menarik di Provinsi Sumatera Utara, Indonesia. Demikian cerita tentang asal-usul nama kota prapat. Cerita di atas termasuk cerita rakyat teladan yang mengandung pesan-pesan moral yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu pesan moral yang dapat dipetik dari cerita di atas adalah akibat buruk dari sifat putus asa atau lemah semangat. Sifat ini tercermin pada sikap dan perilaku Seruni yang hendak mengakhiri hidupnya dengan melompat ke Danau Toba yang bertebing curam, namunia justru terperosok ke dalam lubang batu dan menghimpitnya hingga akhirnya meninggal dunia